Dibuang Sayang : Catatan Lama Kunjungan RSUD Curup ke RSUD Purworejo
Hari Minggu, 22/4/2013, sekitar 15 orang personel dari RSUD Curup (ikut bergabung dari Bagian Keuangan Pemda RL pak Heru Nash Mufti dan dari Bagian Hukum Bu Yanti dan penulis) yang dipimpin Plt Direktur Almaini, Skep, Mkes, berangkat menuju kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, sekitar 60 km ke arah barat kota Yogyakarta, dalam rangka mempelajari aspek pengelolaan BLUD rumah sakit sebagai model pengelolaan di RSUD Curup. Lokasi lesson learning BLUD yang dituju adalah RSUD Saras Husada, Purworejo. Rombongan ini menggunakan Lion Air menuju Yogyakarta dan menginap di Batik Hotel di Kawasan Malioboro, sebuah hotel bersuasana tradisional Jawa, di jantung kota Yogyakarta.

Rombongan RSUD Curup (depan) dan RSUD Purworejo (belakang)
Setelah beristirahat semalam, esoknya, hari Senin, 23/4/2013, rombongan menuju Puworejo dengan menggunakan 2 mobil carteran yang bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam. Jalan menuju Purworejo yang datar dan lurus dengan kepadatan lalu lintas sedang serta panorama persawahan dan tanaman tebu membuat perjalanan terasa nyaman dan tak terasa tiba di RSUD Saras Husada, Puworejo dengan disambut Kepala Seksi Diklat RSUD menuju ruang pertemuan yang lapang di lantai 2. Pertemuan dipandu oleh Seksi Diklat RSUD dan dipimpin oleh Wakil Direktur Pelayanan dr Wati Purba, dan baru beberapa jam kemudian ikut bergabung Direktur RSUD drg. Gustanul Arifin, Mkes.
Pada acara dialog pembelajaran mengenai BLUD Saras Husada, disampaikan sejarah RSUD yang sudah berdiri sejak jaman Belanda tahun 1915 dengan nama Zenden (spelling Jawa menjadi Zendeng), dan hingga kini berstatus RS Non Pendidikan tipe B dengan terakreditasi 16 pelayanan dengan sarana 248 tempat tidur yang terdiri dari 26 kelas VVIP/paviliun, 5 kelas Utama, 39 kelas I, 33 kelas II, 113 kelas 3, dan 32 non kelas dengan pendapatan tahun 2012 sebesar 53,76 M. Jumlah penduduk kabupaten Purworejo yang dilayani sejumlah 782.662 jiwa (data 2009). Dan data kunjungan ke RSUD sejumlah 117 ribu (rawat jalan), 22 ribu (gawat darurat) dan 18 ribu (rawat inap). Sementara tenaga yang bekerja di RSUD seluruhnya 673 orang dengan rincian 422 PNS dan 251 tenaga kontrak. Dalam penjelasan Direktur, seluruh tenaga kontrak diseleksi oleh bagian kepegawaian RSUD dengan melibatkan tim psikologi sehingga hanya yang memenuhi kualifikasi yang diterima sebagai karyawan kontrak RSUD. Sementara untuk pekerjaan kebersihan dan parkir dikelola oleh pihak ketiga.
Lesson learned 1 : Penggunaan SIM RS
Hal yang perlu dicontoh dari RSUD Saras Husada Purworejo adalah penggunaan teknologi komputer dalam pengadministrasian keuangan menggunakan billing system yang dibuat vendor SIM RS (APL), yang sudah dimulai sejak tahun 2009. Melalui billing system ini, seluruh traksaksi keuangan terekam di komputer yang dikendalikan oleh instalasi Pusat Data Elektronik(PDE) RSUD. Ada ratusan komputer di setiap unit-unit pelayanan dalam koneksi jaringan yang terintegrasi yang mengerjakan dari urusan pendaftaran pasien, administrasi rawat jalan, rawat inap, farmasi, laboratorium, keuangan, pelaporan dan rekaman data pasien. Jaringan SIM RS yang softwarenya dibeli dari APL, Jogja ini bekerja 24 jam dengan server IBM di instalasi PDE dan dipimpin oleh dokter ahli syaraf yang hobi komputer.

Semua traksaksi pelayanan RSUD dengan billing system
Lesson Learned 2 : KSO dengan Pihak Ketiga
Hal lainnya yang bisa dipelajari dari RSUD Saras Husada Purworejo adalah melibatkan rekanan swasta melalui KSO (Kerjasama Operasional) pada alat-alat yang berharga mahal seperti alat hemodialisa, rontgen dan laboratorium, di mana pihak swasta yang menyediakan alat dan RSUD yang menggunakan untuk pelayanan, sementara bahan habis pakai dibelikan dari dana RSUD. Bahkan menurut direktur RSUD, rumah sakitnya pernah menolak dana pembelian alkes via APBN-P karena merasa kesulitan pengadaannya dan lebih nyaman dengan opsi menggunakan alat secara KSO dengan rekanan.
Lesson Learned 3 : Pembagian Remunerasi
Yang menarik, dalam pembagian remunerasi/jasa medis juga menggunakan indeks yang dibahas oleh tim remunerasi yang juga menghitung ongkos produksi RSUD melayani pasien, agar tidak tekor, terutama Jamkesmas/Jamkesda, sehingga ada keuntungan yang selalu meningkat, namun kesembuhan pasien lebih singkat (LOS rendah) dan obat yang digunakan bisa dikendalikan secara efektif agar menghasilkan keuntungan. Dari sekitar 53 milyar pendapatan RSUD tahun 2012, sekitar 28 milyar berasar dari pendapatan instalasi farmasi. Sementara untuk bantuan keuangan dari pemda tidak dimintakan lagi, bahkan untuk membangun beberapa gedung bisa dilakukan dari kas keuangan RSUD sendiri. Rumah sakit juga melakukan cost analysis dengan dibantu SIM RS untuk menghitung setiap pelayanan yang dibayar per paket diagnosis dari pasien BPJS, dibandingkan layanan dan obat yang telah diberikan dari RSUD, yang intinya RSUD tidak dirugikan pelayanan BPJS, karena ada tim yang bisa menghitung langsung besar cost pelayanan RSUD setiap waktu dibandingkan biaya paket BPJS, jika costnya sudah impas, maka pasien dirujuk.

Kartu Berobat Pasien RSUD Saras Husada dengan Barcode
Demikian apa yang dipelajari di RSUD Saras Husada Purworejo mestinya bisa ditiru model pengelolaanya di RSUD Curup agar pelayanan kepada masyarakat membaik namun karyawan juga bergairah dan berkinerja memuaskan. Sayang, hal tersebut hilang begitu saja.